Senin, 18 Oktober 2010

Contoh Cerita Pendek (Cerpen)

Cinta Pertama Tomi
BY I Made Yoga P.


     Matahari yang semula terik memanasi hariku, kini mulai meredup memasuki peraduannya. Saat itulah aku memulai aktivitasku setiap sore yaitu belajar pada Bimbel disebuah daerah di Semarang yang telah kukenal dan ku percaya. Sudah lama aku belajar di sana. Namun, aku terheran ketika melihat seorang gadis dengan paras yang cantik, berambut panjang dan bergelombang itu yang sebelumnya tak pernah kulihat. Entah apa yang terjadi pada hatiku saat itu, serasa berdebar dan aku merasa ada sebuah rasa lain yang tak dapat aku simpulkan apa itu. Suatu rasa sayang dan kagum yang besar terhadap gadis itu muncul seketika. Ya, seorang gadis berparas cantik yang aku lihat tadi bernama Dessi. Nama itu aku dapat tak sengaja dari teman-temannya ketika memanggilnya dengan suara lantang.
     “Dessi, ayo ke tempat mas Didin. Mau tanya pelajaran IPA nih”. Ujarnya.
     “Iya, okelah. Tapi tunggu bentar, aku masih jajan”. Jawab Dessi.
     Saat itu adalah saat pertamaku terkagum dengan seorang cewek. Sayang, ketika itu, aku tak terlalu memiliki banyak nyali untuk sekedar berkenalan dengan gadis itu.
     Hari pertama jumpa itu hanya aku lewatkan untuk belajar dan belajar demi masa depanku yang lebih baik. Hanya saja aku tidak terlalu berkonsentrasi di sana, selalu terpikirkan paras Dessi, dan selalu saja begitu. Tak sadar ternyata waktu sudah menunjukkan pukul enam sore yang berarti bahwa jam bimbingan telah usai. Aku adalah Tomi, seseorang yang dianggap sosok yang pendiam tetapi tak sungkan untuk marah. Sepulang dari Bimbel atau sering dikenal dengan Bimbingan Belajar aku selalu teringat masa-masa itu. Akan hadirnya seorang Dessi di hatiku. Hingga aku tertidur, dirinya tak pernah terlupakan.
     Matahari mulai menampakkan sinarnya kembali, seolah ia tersenyum kepadaku, menyambutku untuk datangnya hari yang baru dengan penuh semangat. Aku bersekolah disebuah SMP Negeri dikota Semarang. Setibanya disekolah, aku segera meletakkan barang bawaanku kedalam kelasku. Kemudian keluar untuk sekedar menghirup udara segar di pagi hari itu. Tak lama berada diluar kelas, Dessi yang kemarin berjumpa denganku lewat tepat didepanku. Aku tak bisa berbicara apa-apa selain menyambutnya dengan sedikit senyuman kecil. Aku berpikir dalam hati, astaga, dia kan Dessi yang kemarin aku lihat? Betapa manisnya dia. Apa yang harus aku lakukan agar dapat mengetahuinya lebih dalam?.
     Terus-menerus aku sembunyikan semua rasa ini. Tanpa seorangpun tahu bahwa aku menyayanginya dan sangat sayang padanya. Sampai tibalah waktu yang aku tunggu yaitu berjumpa lagi dengan Dessi secara dekat pada tempat Bimbel itu. Aku terus melamunkannya, dan ketika itu seorang gadis bersuara merdu membangunkan lamunanku.
     “Maaf, mau tanya, mas Didin kemana ya? Perasaan tadi duduk disini”.
     Ya ampun, ternyata suara itu adalah suara Dessi. Aku menjawab pertanyaan itu dengan agak gugup.
     “Oh anu…. Siapa? Mas Didin ya? Dia masih ke belakang mungkin. Tunggu aja bentar kali”.
     “Iya udah dech, aku boleh ya duduk di sebelahmu?” Jawabnya.
     Tak pikir panjang aku segera mempersilahkannya untuk duduk didekatku.
     “Iya, iya… silahkan duduk. Gak apa-apa kok”.
     Betapa senangnya perasaanku saat dia benar-benar nyata ada didekatku. Belum lama menunggu, datanglah mas Didin seorang guru IPA di Bimbel dan langsung menyambut Dessi dengan sebuah pertanyaan pendek.
     “Ana apa Des? Ana sing angel maneh pa?
     “He’e ne, besok aku ada ulangan bab persilangan. Aku bingung, tolong di ajarin? Maklumlah, akukan belum pernah praktek persilangan”. Jawab Dessi dengan lugunya.
     Belum sempet ngejawab itu pertanyaan, udah ditinggal aja si Dessi. Katanya sih ada urusan dengan kepala Bimbelnya.
     “Sek, sebentar ya. Tak tinggal dulu”. Pesan mas Didin kepada Dessi.
     Setelah meningggalkan pesan itu, mas Didin segera pergi dari tempatnya.aku lihat wajah Dessi yang tadinya ceria menjadi muram. Dan tak sengaja aku mendengar keluhannya.
     “Duh... gimana nih? Mana besok udah ulangan lagi”.
     Ingin sekali rasanya membantu Dessi. Namun, apa yang harus aku perbuat? Tak lama aku berpikir, aku memberanikan diri untuk mencoba membantunya. Dimulai dengan pertanyaan sederhana dariku.
     “Maaf ganggu kamu, bab persilangan ya? Kalau begitu aku boleh coba bantuin kamu? Kebetulan aku lumayan ngerti buat bab itu.
     “Oh iya, tentu saja boleh. Makasih ya sebelumnya udah mau usaha buat bantuin aku. Tapi aku minta maaf kalau nanti aku ngrepotin kamu”. Tanggap Dessi.
     Dengan teliti dan telaten aku coba buat dia mengerti tentang bab itu. Ya itung-itung amal dikit. Karena aku gak punya bakat jadi guru dari sisi manapun cukup sulit untuk membuatnya mengerti. Setelah satu jam lebih baru dia bisa menerima pelajaran itu. Seperti biasa dia akhirnya berterima kasih kepadaku.
     “Terima kasih banyak ya buat bantuannya. Omong-omong nama kamu siapa? Kita kan belum sempet kenalan”.
     Dengan senang hati aku menjawab ajakan perkenalan itu.
     “Namaku Tomi. Kamu Dessi kan? Kamu dari SMP mana and kelas berapa?”
     “Iya bener. Kok kamu tahu namaku? Aku dari SMP Negeri 1 Semarang kelas IX”. Jawab Dessi dengan agak penasaran.
     “Wah, kita berarti satu sekolahan? Aku juga kelas IX”. Jawabku dengan hati senang.
     Ketika lagi asyik ngobrol dengan Dessi, mas Didin datang dan langsung menanyai Dessi.
     “Gimana Des, sampai mana tadi?”
     “Akh... gak jadi, di tanyain malah pergi. Ya jadine tanya Tomi.” tanggap Dessi kesal.
     “Ouw Tomi, bagus tho. Dia juga udah handal kalau masalah IPA, apalagi persilangan.” Jawab mas Didin.
     Agak malu, aku menanggapi pernyataan dari mas Didin.
     “Gak ah mas, biasa aja kali.”
     Setelah kami berbicara panjang lebar, dari utara ke selatan, umbrus pokoknya dan ganti-ganti topik lagi. waktu yang disediakan oleh pihak Bimbel untuk belajar telah usai tanpa disadari. Aku dan Dessi saling berpamitan untuk pulang kerumah masing-masing.
     Hari itu adalah hari yang paling menyenangkan bagiku, mungkin tak akan bisa untuk kulupakan. Hal itu membuatku terinspirasi membuat satu bait puisi sederhana. Ditemani dengan indahnya sinar bulan yang seakan tersenyum padaku saat itu menambah angan-anganku.
“Indah benar banyangan matanya saat itu.
Tak sanggup bagiku untuk mengungkapkan.
Betapa malangnya diriku ini.
Tersiksa akan hadirnya sebuah cinta.”
     Sebaiknya sih jangan dibaca. Aku tidak terlalu bisa berpuisi. Tidak terlalu bisa merangkai kata-kata seperti layaknya Pujangga. Tapi lumayanlah untuk ungkapin isi hatiku pada selembar kertas.
Tapi kenapa jadi melenceng gini ya ceritanya? Kita lanjut aja ya dengan ceritaku tadi. Kembali ke jalan yang benar lagi.
     Hari berganti hari dan bulanpun berganti dengan bulan. Kami mulai bisa untuk mengenali karakter dari diri kami masing-masing dengan menggunakan SMS ataupun bercakap secara langsung. Aku sangat menyayanginya. Bukan hanya baik di paras, tetapi dia juga memiliki hati yang baik. Setengah tahun berlalu sejak pertemuan kami. Aku ingin mengungkapkan apa sebenarnya isi hatiku ini padanya. Namun, apa dayaku, hati besarku menolak untuk menyatakan perasaan ini. Hingga pada suatu saat aku melihat Dessi sedang berjalan dengan seorang cowok. Aku tak sengaja melihatnya pada suatu tempat perbelanjaan modern dikota semarang. Aku tak tahu siapakah dia. Pikirku dalam benak, siapakah dia sebenarnya? Apa dia kekasih Dessi? Ataukah lelaki itu hanya sebatas teman Dessi?.
     Aku terus memperhatikannya, termasuk tingkah laku Dessi bersama laki-laki itu. Sebelumnya aku sempat tak yakin apakah benar dia Dessi yang aku kenal. Aku simpulkan demikian karena pada saat itu aku hanya melihat mereka dari jarak yang lumayan jauh dan aku tak percaya Dessi dapat berlaku sedekat itu dengan seorang laki-laki. Aku mulai percaya saat aku memutuskan untuk mendekati mereka dan meyakinkan diri bahwa itu benar adalah Dessi ketika akan keluar dari pusat perbelanjaan itu.
     “Dessi... hai... habis ngapain ne? Belanja ya?” Tanyaku.
     “Eh Tomi, kamu baru dari mana Tom? O iya, kenalin ini Ragil.” Jawabnya memperkenalkan cowok itu.
     “Oh Ragil, kenalin aku Tomi. Salam kenal ya.” Balasku sambil tersenyum palsu.
     “Saya Ragil, salam kenal Tom.” Jawab Ragil dengan santun.
    “Udah dulu ya Tom, kita lanjutin nanti. Aku masih ada dikit urusan sama Ragil.” Tambah Dessi terburu-buru.
     Dengan rasa penasaran aku membiarkan mereka pergi. Sampai aku pulang, masih saja terpikiran sosok Ragil. Siapa dia sebernarnya? Apa hubungannya dengan Dessi? Teman atau bahkan seorang kekasih?. Semua tanya itu tersimpan dihati dan pikiranku.
     Keesokan harinya aku memberanikan diri untuk menanyakan semua pertanyaan yang aku miliki kepada Dessi secara langsung saat berada di tempat Bimbel, kebetulan saat itu Dessi sedang sendirian jadi aku lumayan berani buat tanya hal itu.
     “Des, Ragil itu sebenarnya ada hubungan apa denganmu? Maaf sebelumnya ya.”
     “Emang ada apa Tom kamu tanya itu ke aku?” Jawab Dessi.
     “Ya tidak apa-apa sih, cuma penasaran aja. Emangnya gak boleh ya tanya itu?” Ujarku.
     “Bukan gitu Tom, tapi....” tambah Dessi.
     “Dessi, jajan yukkkkk.” Teriak teman Dessi.
     Belum sempat dia menjawab satu pertanyaanku itu, ia telah pergi bersama teman-temannya. Apa yang harus aku lakuin lagi saat ini? Tanpa mengetahui hubungan mereka. Apa aku harus segera ungkapin isi hati ini? Tambahku dalam hati.
     Terus-menerus aku kejar jawaban akan semua tanyaku yang aku ajukan kepada Dessi. Sehari, dua hari aku tanya, dia selalu menjawab dengan kata-kata singkat.
    “Maaf Tom, aku belum siap untuk jawab semua pertanyaan itu.”
     Dessi selalu menjawab dengan jawaban itu. Aku akhirnya tidak pernah lagi menanyakan pertanyaan itu. Karena aku tak ingin hubungan kami renggang sebab semua tanyaku. Tetapi, aku lihat dari nada suara dan perkataan Dessi, seakan dia tak ingin aku terluka dan aku merasa ada yang dia sembunyiin dari aku. Lama-kelamaan aku berusaha memberanikan diri untuk menyampaikan hati ini kepada Dessi tanpa aku hiraukan siapa itu Ragil, tanpa memikirkan bahwa ada kemungkinan hati ini akan terluka. Akan tetapi, aku tak memperdulikan semua itu. Aku hanya selalu berpikir bahwa Dessi juga menyayangiku.
    Aku menulis sebuah kalimat singkat lewat sepotong SMSku padanya.
“Des, aq pngn nyampein ssuatu. Aq hrp km gx trsnggng. Ju2r, slma ne aq sngd mnyayangimu sjk prtm jmpa. Nmn, br skrng aq menyatakanny krn aq rgu akn hdrny Ragil d dkt u, wlpun bru kmrn aq mlhtny.”
    Suara lagu ‘cinta gila’ dari handphoneku mengagetkanku. Dilengkapi rasa tak percaya, Dessi membalas SMSku dengan jawaban penjelasannya.
“Tomi, Q jg sngt syg pdmu. Maaf, tp syg t hny sbts sbgai tmn dktku. Q sdh da yg mmiliki. Km bnr, Ragil adlh orng yg Q cintai. Kmi sdh lma jlnin ini. Skli lg Q mhn maaf. Q hrp tiada rsa bnci diantra kta. Q ykn km bs mngerti hal itu.”
     Baru sebentar SMS itu tiba, ada lagi sebuah SMS dari Dessi.
“Q sngja nunda2 jwbn akn prtnyaan u krn Q gx pngn km trlka. Q pngn km ad d dkt Q slalu, wlpn qt tak bs slng mmliki. Maaf bngt y Tom.” Tambah Dessi.
Membaca apa yang aku lihat, SMS dari Dessi. Aku coba untuk mencernannya. Sebenarnya aku tak bisa tenang akibat SMS itu, hatiku gundah tak terkendali.
     “Dia sudah ada yang punya? Dan benarkah apa yang aku baca tadi? Ragil, dia yang telah memiliki Dessi?” Kataku lirih dikamar.
     Serentak semua yang aku rasakan menjadi kacau. Hatiku binggung dan kecewa, tak tahu harus berbuat apa. Sekian lama aku mengenalinya, ternyata dia sudah ada yang memiliki? Ya Tuhan, ada apa dengan hati ini lagi. Mengapa ia tak pernah bicara padaku tentang semua ini, tentang kekasihnya, Ragil? Dan mengapa selama itu aku tak mengetahuinya? Aku berpikir dalam hati sambil termenung menganalisa apa yang sebenarnya telah terjadi.
     Sampai keesokan harinya aku mulai dapat mengerti dan menerima semua kenyataan ini. Aku dan Dessi telah berpisah sekolah sejak kami lulus ujian SMP. Tiada tahu kini Dessi bersekolah dimana. Aku ingin melupakannya, tapi tak pernah bisa kulakukan. Sebulan, dua bulan, hingga tiga bulan kami loss kontek baik SMS maupun bercakap langsung.
     Selama aku merenung, aku sadar bahwa tak seharusnya memutuskan hubungan. Cinta tak harus memiliki. Ketika masuk pada bulan keempat sejak kejadian itu, aku kembali menghubunginya lewat SMS.
     “Des, sblm aq brcrt aq pngn brtny, apkh aq gnggu qm skrng ini?”
Aku menunggu jawaban SMS itu, tetapi tak ada balasan darinya. Sampai keesokan harinya disore hari dia menelponku.
     “Hallo ini Tomi?”
     Aku seperti mengenali suara itu, tak asing bagiku.
     “Iya. Ini sapa ya?” Jawabku dengan rasa penasaran.
     “Saya Dessi, apa kabar Tom? Kemarin kamu mau bicara apa? Ngomong aja sekarang.” Balasnya pada perkataanku.
     “Owh, iya. Sebelumnya aku mau minta maaf ya buat kejadian tiga bulan lalu. Tak seharusnya aku bicara gitu ke kamu. Kabarku baik-baik saja kok. Gimana denganmu?” Ujarku.
     “Aku juga baik-baik aja. Iya, gak apa-apa kok. Aku yakin kamu bisa mengerti akan kondisi saat itu. Kamu lanjutin sekolah dimana Tom? Aku nglanjutin di SMA Negeri 3 Semarang.” Jawabnya.
     “Makasih ya Des. Aku lanjutin sekolah di SMA Negeri 1 Semarang.” Balasku.
     Setelah beberapa percakapan singkat itu, telpon segera aku tutup. Memang gak sopan sih tindakanku, tapi aku terpaksa. Hatiku perih mendengar suara itu. Beberapa jam setelahnya aku kembali SMS Dessi.
“Aq mnyayangimu bhkn mncintaimu lbh dr yg qm tau. Akn ttpi, aq msh sja tak prcy kl km n hati u tlh dmlki Rgil. Aq tak bs mmksakan khndkku pdmu. Aq bhgia apbla dpt mlihtmu bhgia, mski engkau bhgia dg Rgil, bkn dg ku. Nmn, aq mhn, ijiknlah aq tuk ttep mnyayangi qm spenh htiku, tuk bs slalu mnemanimu.”
     Tak lama aku menunggu, Dessi menjawab SMS itu.
“Q ijinin t Tom bt km ttep syg dngnku. Ttpi, Q tak ingin mlihtmu mndrita krn hubngn Q dg Rgil. Q ykn km bs dptN prmpuan laen yg lbh baik dr Q. N maafin Q bt slama ne y.”
“Iy, aq udh maafin smuany kx. Kita hny slh phm.” Balasku.
     Setelah beberapa kejadian itu, kejadian yang tak pernah bisa untuk aku lupakan hubungan kami mulai membaik. Aku melihat Dessi begitu bahagia dengan hadirnya Ragil, aku bersyukur akan semua itu. Meskipun hanya sebatas teman dekat, tapi aku begitu menyayanginya, tetap seperti sayangku ketika aku pertama melihatnya dan bertemu dengan Dessi, sekarang dan hingga suatu saat nanti takdir memisahkan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar